Social Connect adalah tempat terbaik untuk keluar dari zona nyaman dan upgrade diri.
Banyak cara untuk membuat peristiwa yang kita lalui menjadi abadi. Salah satunya melalui tulisan. Kali ini, salah satu pengalaman yang hendak diabadikan adalah pengalaman saya bersama Social Connect.
Mari menjelajahi waktu bersama. Kita terbang ke Agustus 2020. Perjalanan ini dimulai dengan Campaign Anti Bullying. Campaign inilah yang menjadi media perkenalan saya dengan Social Connect. Sebagai orang muda yang memiliki semangat membara untuk berkontribusi bagi masyarakat, saya merasa bahwa campaign merupakan batu loncatan yang baik bagi kaum milenial untuk turut serta.
Ide online campaign pada kesehatan mental menurut saya saat itu merupakan ide yang segar. Menurut saya, lho! Maka dari itu, saya merasa harus berpartisipasi lebih. Yah, masa sudah jatuh hati malah diam-diam saja? Jadi bertepuk sebelah tangan, dong! Kata orang kalau sudah ada rasa harus berusaha, karena saya tertarik jadi saya ungkapkan perasaan yang saya punya. Bukan dengan menyatakan cinta ke Mas Andi, kok!! Saya menyatakan perasaan dengan mendaftar internship di Social Connect.
Setelah menyatakan perasaan, tentulah berharap mendapat jawaban. Sama rasanya dengan menyatakan perasaan pada orang yang dicinta, mendaftar menjadi intern di Social Connect juga membuat harap-harap cemas antara diterima dan ditolak. Akan tetapi, untungnya saat itu perasaan ini tidak bertepuk sebelah tangan. Perasaan saya dibalas dengan jawaban saya diterima sebagai intern. Ini menjadi status hubungan saya yang pertama dengan Social Connect.
Memasuki tempat baru tentunya membuat setiap orang cemas, seperti cemas karena identitas dirinya yang berbeda dari kebanyakan orang sehingga sulit diterima, cemas karena tidak mampu menjalani hubungan yang baik sehingga harus cepat berakhir, serta berbagai kecemasan lainnya. Saat itu, saya juga cemas karena Community merupakan hal yang benar-benar baru bagi saya. Sempat terpikir “Kok, daftar Community, ya?” Karena ini adalah pilihan yang saya buat, jadi saya tidak ingin mundur. Cinta, kok, setengah-setengah! Setidaknya itulah yang saya pikirkan saat itu.
Masih segar di ingatan saya saat itu adalah hari Sabtu. Seharusnya, saya ikut onboarding. Akan tetapi, cerobohnya, saya malah tertidur. Untungnya, Kak Fahmi tidak mengeluarkan saya dari grup karena hal aneh ini. Setelah melewati semua serba-serbi anak baru, cieilah, mari berkenalan dengan tim Community. Awalnya, Community berisikan empat orang, yaitu Saya (Ami), Dissa, Kania, dan Yessi. Keempat orang ini memiliki latar belakang yang berbeda, kecuali Kania dan Dissa, sih. Mahasiswa dari dua pulau, tiga jurusan yang berbeda, dan banyak, deh, perbedaan lainnya.
Saat itu, kami diminta mengelola grup Facebook milik Social Connect. Tim sudah dibagi. Seperti yang saya katakan sebelumnya, pengalaman pertama tentu yang paling membekas. Rekan satu tim saya saat itu adalah Kania. Sebagai anak daerah, saya sedikit memiliki keraguan. Bukan ragu dengan kompetensi rekan satu tim. Namun, saya saat itu meragukan kompetensi saya sendiri. Saya ragu tidak bisa bersinergi dengan Kania. Yah, kalau kata anak daerah, sih, orang yang berasal dari universitas terbaik itu keren dan pintarnya kebangetan. Akan tetapi, setelah saya jalani, ternyata kemampuan saya tidak serendah apa yang dipikirkan.
Dua minggu pertama merupakan periode adaptasi paling serius yang saya alami. Jadi, setiap hari saya putar lagunya Nadin Amizah "Amin Paling Serius", huus bercanda. Belum cukup sampai di sana, Community team yang belum sempurna ini alias belum memiliki manajer kedatangan Kak Witha. Ia menjadi mamak Community yang terdiri dari beragam subtim ini. Bersama manusia di Community, perjalanan menjadi Community Associate ibarat theme song Ninja Hatori. Ada banyak hal baru yang kami dapati, ya, mungkin hampir setiap minggu. Iya, setiap minggu kami mendaki gunung, melewati lembah, menyeberang hamparan sungai. Mendaki terjalnya terik membuat interaksi komunitas Facebook, melewati masa penyesuaian komunitas Telegram, menyeberangi sungai perkontenan di Instagram. Pada awalnya, tentu saja ini adalah tantangan yang sangat joss untuk ninja-ninja seperti ninja dari desa Community. Akan tetapi, ya, ninja, kan, juga makhluk hidup, ada lelahnya. November sampai Desember merupakan waktu yang sangat melelahkan untuk ninja dari Community, atau saya saja, ya? Melelahkan karena kami harus menaklukkan banyak wilayah.
Kata orang, semakin pisau diasah, maka akan semakin tajam. Begitu juga dengan manusia. Semakin kuat proses belajarnya, semakin cepat pula dalam memahami informasi. Terhitung dari Januari 2021 kami terpisah. Keempat ninja ini harus naik perahu yang berbeda. Saya dan Yessi naik perahu Community Telegram. Kemudian, Kania naik perahu Instagram dan Dissa naik perahu Content dan Design. Dalam suatu perahu tentunya harus ada yang menakhodai. Saat itu, saya memegang kendali atas Telegram. Menjadi navigator bagi jalannya kapal berisikan lebih dari 3.000 penumpang adalah pengalaman yang tidak akan saya lupakan. Bagaimana bisa lupa, pengalaman yang saya dapat dari menentukan diskusi apa hari ini, kegiatan apa minggu ini, dan perkembangan atau penurunan apa yang ternyata disebabkan oleh saya adalah pengalaman pertama. Tidak jarang atau malah sering, saya merasa gagal, merasa apa yang sudah saya lakukan tidak bermakna.
Duar, saya punya empat orang yang membantu mengarahkan kapal ini lebih baik. Mari kita sambut keempat orang itu, ada Dhia, Farra, Hassa, dan Shabrin. Kalau ditanya siapa, sih, yang paling berkontribusi menjalankan kapal itu, ya, mereka berempatlah jawabannya. Bertemu keempat orang ini sangat banyak memberikan energi pada nyawa Telegram. Ide-ide baru bermunculan. Perjalanan kami sangat menyenangkan. Namun, bukan laut namanya kalau tenteram setiap saat. Duar! Tiba-tiba ada badai. Manajer kami tersayang, Kak Witha, harus meninggalkan Social Connect.
Jika satu tempat itu kosong, akan terjadi ketidakseimbangan. Benar saja, ketidakseimbangan itu muncul. Cuma, bukan manusia namanya kalau tidak menemukan jalan keluar. Jadilah Instagram dan Telegram berada di kapal yang sama. Kapasitas kapal yang saya miliki jadi melewati batas seharusnya. Atas dasar ego manusia, kapten kapal ini memaksa seluruh muatannya untuk ikut dalam perjalanan tersebut. Ada rasa bangga menakhodai Instagram dan Telegram Social Connect dengan sebaran dampak ke banyak orang. Namun, setiap perjalanan harus ada akhirnya. Saya memilih untuk mengakhiri perjalanan ini tepat pada Juli 2021.
Hampir satu tahun berjalan beriringan dengan Social Connect memberikan saya banyak pelajaran. Bahkan, saya menemukan apa kesukaan dan minat saya. Saya senang mengelola media sosial. Pengalaman satu tahun di Social Connect menjadi landasan saya untuk belajar lebih banyak. Saya tidak merasa kalau perjalanan bersama Social Connect adalah perjalanan yang harus saya banggakan ke orang-orang. Bukan karena Social Connect, melainkan karena diri saya sendiri. Masih banyak lubang dalam segala tindakan saya, kalau kata orang, sih, 'tidak sempurna' atau mungkin 'gagal'. Akan tetapi, tentunya saya tidak ingin menyerah.
Untuk menutup cerita ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Kak Fahmi yang sedari awal tidak ragu memilih saya dan menempatkan saya di mana pun dalam bagian timnya. Terima kasih untuk Tim Community yang dari awal hingga akhir selalu membersamai saya. Terima kasih untuk Kak Witha karena sudah menjadi mentor terbaik selama 6 bulan yang lalu. Terakhir, terima kasih untuk Social Connect karena sudah menjadi bagian dari identitas saya satu tahun ini. Semoga kita bertemu lagi.
ReferensiHasmi Fadhila atau *beken-*nya dikenal dengan Ami. Mahasiswi jurusan Psikolog dari kota Padang. tapi tenang enggak jualan nasi Padang. Berjiwa sosial karena sebagai manusia saya dilahirkan sebagai makhluk sosial jadi tidak ingin menistakan kodrat tersebut. Sebagai makhluk sosial saya tertarik dengan isu sosial salah satunya isu HAM. Saya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap hal-hal kecil di lingkungannya. Oleh karena itu, saya sedang mengupayakan ilmu pengetahuan terkait media sosial. Hal yang memotivasi diri saya adalah kalau saya bergerak menunggu orang lain, ini cita-cita saya atau orang lain?
Social Connect adalah tempat terbaik untuk keluar dari zona nyaman dan upgrade diri.
Pertama kali mendapatkan informasi perihal Social Connect Internship itu melalui media sosial.
Menjadi bagian dari keluarga Social Connect, mungkin tidak pernah terlintas dalam benak saya