Social Connect adalah tempat terbaik untuk keluar dari zona nyaman dan upgrade diri.
Aku sering bertanya, apakah hidup lebih sanggup membawa pertanyaan ketimbang jawaban? Apakah kehidupan lebih pantas dilalui sebagai kepergian atau justru kepulangan? Hal-hal yang terjadi seringnya tak terduga dan tiba-tiba, meski pada akhirnya terpikir bahwa sebetulnya semua sudah dalam rencana—yang hanya saja sering terlewat, karena cabang-cabang dalam pikiran.
Ketidakmampuan mengenal diri sendiri rupanya bukan saja menjadi sekat, tetapi juga penghambat. Sesuatu yang sudah lama tumbuh, pudar, dan hilang dalam kurun waktu tertentu. Hal itu pada akhirnya menjadikan perhentian lebih banyak mampir daripada perjalanan. Menimbang-nimbang apakah ini baik atau buruk, apakah akan diterima atau tidak, dan apakah semua akan berakhir pada pencapaian atau kebimbangan, menerka mana kebutuhan mana yang sekadar keinginan.
Pertama kali bertemu Social Connect, aku sedang mencari akun kesehatan mental. Cukup banyak yang kutemukan, tetapi jariku terhenti pada akun bergambar jerapah. Tidak jelas apa yang kupikirkan saat itu, yang kuingat hanya memencet tombol follow, melihat konten Instagram-nya secara acak, dan bolak-balik mempertanyakan maksud dari “Yuk, gabung bersama komunitas kesehatan mental Social Connect!”
Sebagai orang yang sering mager bertanya kalau tak perlu-perlu amat, aku memilih diam dan berkeyakinan bahwa sesuatu yang menjadi takdirmu pasti akan mendekat padamu. Dan nampaknya, keyakinan selamanya hanya akan menjadi keyakinan karena aku pun pada akhirnya tetap bertanya lewat DM Instagram. Barangkali takdir itu memang harus selalu terbagi dua, yang pertama datang sendiri dan yang kedua perlu dijemput.
“Waw! Mantap!” kataku senang, saat membaca pesan dari admin Social Connect yang sudahlah balasnya cepat, jawabnya pun ramah-ramah. Admin menjelaskan cukup banyak mengenai internship dan komunitas ini. Aku tertarik dan semakin sering melihat-lihat konten Social Connect bahkan hingga ke website-nya.
November berlalu, aku sudah cukup mengisi daya pengetahuanku tentang Social Connect dan langsung siap mengikuti kampanye World AIDS Day 2020. “Serunya, hu hu hu,” ucapku memandang ponsel yang sedang memutar live Instagram Social Connect. Lepas dari itu, aku semakin haus tentang Social Connect, siapa orang-orang yang terlibat, bagaimana cara kerjanya, apa saja yang dilakukan, dan mengapa membuat komunitas ini?
Desember, seingatku pertengahan bulan, aku dengan gagah mendaftar volunteer sebagai Content Writer. Sebenarnya penasaran dengan posisi yang lain, bahkan aku sempat bercerita juga pada admin mengenai posisi yang kuincar, tetapi aku rasa lebih baik aku melakukan sesuatu dimulai dari yang aku suka, daripada penasaran lalu berhenti di tengah jalan. Pengumuman menyatakan aku lolos seleksi wawancara. Senangnya bukan main, tetapi menolak untuk kepedean. Saat tes wawancara, aku berhadapan dengan Mamak Witha yang ternyata adalah admin Instagram yang menjawab pertanyaan-pertanyaanku saat itu.
Mamak Witha orangnya menyenangkan, tetapi mungkin karena aku deg-degan, ya, tetap saja terasa menegangkan. "Padahal ngobrol doang, tapi, kok, tetap keringat dingin, ya?" batinku. Terlebih, tes menulis konten dalam waktu 20 menit, itu bikin ususku berkedut. Aku sempat pasrah karena nulisnya setengah berpikir setengah nahan grogi.
“Uw, uw, uw, uwoow!” Kali ini, aku betulan girang dan merasa nampaknya kepedean juga tak apa. “Lolos! Hore!” Aku pamerin ke keluarga, sahabat, dan teman-teman, yang padahal mereka juga tak paham-paham amat sama omonganku, tetapi lumayan, kan? "Siapa tahu penasaran dan follow Social Connect juga," pikirku. Dan ternyata iya, rupanya cara-cara seperti ini memang selalu ampuh membuat orang lain tergerak mencari tahu.
Kesenanganku berpangkat-pangkat karena bergabungnya aku di Social Connect bersamaan dengan bulan ulang tahunku, bahkan beberapa hari setelah hari ulang tahunku. Belum lagi takdir yang akhirnya kusimpulkan sebagai sesuatu yang tak perlu dikejar, meski harus dijemput kadang-kadang, dan rasanya bahagia ketika tahu cita-cita yang lama kupendam dan tak berani untuk aku gapai ternyata datang dengan cara yang tiba-tiba dan tak terduga.
Keyakinan masih menjadi keyakinan rupanya, bahwa sesuatu yang akan menjadi takdirmu pasti akan mendekat padamu. Mudah jalannya dan ringan hatimu ketika melakukannya. Mimpi menjadi volunteer di bidang kesehatan mental mungkin terdengar "Heh?" bagi sebagian orang, tetapi, ya, memang begitu. Aku suka dan baru di usia ini aku bisa menemukannya.
Masuknya aku menjadi anggota keluarga baru di Social Connect, tentu membuat ususku tak lagi berkedut, tetapi berlompat-lompat. Walau awal masuk sudah meeting dan bertepatan dengan hari pernikahan teman baikku, rasanya ini menjadi hal yang sangat berkesan. Terlebih, tim Content Writer perempuan semua, mereka mudah senyum, gampang berbagi, dan kami akrab dengan mudah.
Setiap hari Minggu kami meeting, membahas konten Instagram, evaluasi, dan berbagi cerita tentang proses menulis konten mingguan tersebut. Awalnya, agak lelah karena entah, ya, terasa berat, tetapi makin ke sini makin menyenangkan. Apalagi masuk di bulan ketiga ini, aku malah perpanjang masa internship dan tak mau menyudahinya. Ternyata, teman-teman satu tim juga masih belum mau pisah. Kecuali Dhifa, karena mulai sibuk kuliah.
Ketika menulis ini, aku jadi sedih karena teringat harus berpisah dengan Dhifa. Dia Content Writer yang sangat kreatif, banyak ide, dan pintar memenangkan games. Aku juga jadi kepikiran, bagaimana nanti kalau aku menyudahi masa volunteer ini? Apakah aku masih keluarga Social Connect atau mantan keluarga besar Social Connect?
Pertemuan selalu memberikan pengalaman, sedangkan perpisahan memberikan pelajaran, tetapi sedih dan ingin kembali. Biasanya, kalau mengalami perpisahan, aku akan selalu mendengarkan dua lagu. Pertama, lagu Endank Soekamti yang berjudul “Sampai Jumpa” dan kedua, lagunya Ayah Pidi Baiq yang berjudul “Tenang Saja”. Setiap mendengarkan dua lagu itu, aku selalu bertanya pada perpisahan, siapakah yang akan lebih dulu lupa dan siapa yang berniat memulai kembali pertemuan? Kira-kira, dengan cara bagaimana takdir mendekatkan yang pernah dekat?
Rasanya sudah terlalu panjang aku bercerita. Aku akan menutup cerita ini dengan rasa terima kasih kepada semesta yang memudahkan jalanku untuk gabung bersama keluarga Social Connect. Terima kasih kepada seluruh anggota keluarga Social Connect yang sangat baik menularkan hal-hal positif dan kegiatan-kegiatan bermanfaat selama ini. Semoga Social Connect semakin dikenal dan makin banyak yang peduli pada kesehatan mental.
Terima kasih yang khusus dariku untuk tim Content Writer, Mamak Witha dan Disa, yang selalu pengertian pada kami dan membantu kami dalam menulis konten Instagram. Buat Olyn, Zhafa, dan Dhifa, terima kasih banyak atas kebaikan dan keakraban kita selama ini. Semoga kita tetap bisa terhubung dan bertukar cerita selalu. Terima kasih juga untuk tim Research yang sangat menolong kami dalam mengetahui konten-konten untuk Instagram, aku jadi lebih banyak tahu tentang proses menulis konten di Social Connect.
Terima kasih Social Connect, mungkin terbaca berlebihan, tetapi aku memang sangat bahagia bisa bergabung bersama orang-orang yang punya banyak energi untuk peduli pada orang lain. Datang akan pergi, awal 'kan berakhir, tetapi yang berkesan selalu di hati. Panjang umur Social Connect, makin keren, dan berisi!
ReferensiJihan Suweleh adalah relawan di Social Connect pada posisi Content Writer selama 9 bulan. Jihan sudah membantu mengembangkan salah satu komunitas kesehatan mental terbesar di Indonesia. Lewat kerja keras Jihan dan seluruh tim relawan kami berhasil memberikan dampak sosial kepada lebih dari 5 juta orang di Indonesia. Social Connect dan seluruh relawan akan terus bertumbuh memberikan bantuan kepada orang-orang dengan masalah kesehatan mental. Ikuti terus cerita menarik relawan kami, ya!
Social Connect adalah tempat terbaik untuk keluar dari zona nyaman dan upgrade diri.
Pertama kali mendapatkan informasi perihal Social Connect Internship itu melalui media sosial.
Menjadi bagian dari keluarga Social Connect, mungkin tidak pernah terlintas dalam benak saya